Etika Bertetangga

Sudah masuk ke penghujung tahun, yang berarti sudah saatnya musim berganti, yang tadinya kemarau, masuk lah musim penghujan. Kemarau di tahun 2019 ini cukup lama, sampai bulan Oktober pun panasnya masih menyengat sekali, padahal di tahun-tahun sebelumnya di bulan tersebut sudah masuk musim penghujan. Akibat kemarau yang berkepanjangan dan tiba-tiba hujan yang sangat deras membuat bangunan rumah saya bermasalah, saat hujan deras kemarin, banyak rembesan air di tembok kami. Sebelum hujan semakin sering datang, saya dan suami langsung berniat untuk membenarkan rumah kami, karena kalau hujan sudah intens, akan sulit dibenarkan.

Minta tolong lah kami ke bapak yang dulu renovasi rumah kami sebut saja Bapak Y, setelah beliau naik ke atas rumah, balik-balik membawa berita yang cukup mengejutkan. Parabola tetangga yang rumahnya belakang-belakangan dengan saya, dipasang ditembok rumah kami. Akhirnya suami saya ikutan naik ke atas, untuk mengecek kebenarannya dan ternyata bener dong.
Kenapa mengejutkan? Karena Mereka memasang tanpa izin dulu ke pemilik rumah, bahkan saya dan tetannga itu tidak saling kenal.
Tetangga menurut wikipedia https://id.wiktionary.org/wiki/tetangga
 
Sedikit informasi, ini tanpa mengecilkan pihak manapun ya, sebagai gambaran aja, kami tinggal di Tangerang Selatan dan diperumahan, yang saya tau biasanya attitude orang yang tinggal diperumahan lebih baik, lebih menghargai privacy tiap individu, karena saya khatam tinggal diperkampungan gimana, sering pada KEPO apapun yang dilakukan tetangga, saya mau pergi aja ditanyain mau kemana, kan mereka cuma tetangga ya bukan orang tua atau pasangan hidup yang mesti minta izin dulu mau kemana-mana. Mungkin maksudnya baik, mau negor tapi terkadang suka ada niat lain dan ujung-ujungnya diomongin, walau saya orangnya ngga peduli sih diomongin, paling kuping mama saya aja yang panas 😂

Tetangga
Posisi Parabola
Dengan kejadian ini saya langsung teringat beberapa waktu lalu, teman di grup saya ada yang berkeluh kesah mengenai tetangganya yang suka menjemur pakaian di pager rumah dia, udah dibicarakan baik-baik, bicarakan ngegas, sampe pakai tindakan itu jemuran di siram pake air tetap aja itu tetangga kekeuh menjemur disana lagi besokannya, sampai teman saya itu udah ngga paham lagi harus dengan cara apa memberi tau nya. Dengan menjemur di tempat orang kan mengganggu pemandangan rumahnya, apalagi kalau yang dijemur sampai pakaian dalam, deuhhh gelay kan.

Untuk itu setiap individu yang sudah dewasa harusnya paham hukum dan etika bertetangga, karena bertetangga pun diatur loh oleh agama dan UUD. Beberapa pasal yang saya ketahui mengenai urusan bertetangga.
1. Pasal 201 KUH Pidana dan 1365 Perdata : Perkara Pohon yang mengganggu/merusak rumah
 
2. Pasal 1365 KUH Perdata : Perkara Volume musik yang terlalu kencang

 
3. Pasal 671 KUH Perdata : Perkara parkir sembarangan (menyerobot teras depan rumah)

 
4. Pasal 315 KUH Pidana : Perkara Penghinaan

 
5. Pasal 385 (1-6) KUH Pidana : Perkara Penyerobotan Tanah

Selain pasal diatas, dalam agama yang saya anut pun diatur mengenai etika bertetangga. Saya rasa di agama lain pun ada aturannya,

Tetangga
Etika Bertetangga menurut Imam Al-Ghazali

Berdasarkan risalah yang dituliskan oleh Imam Al-Ghazali yang berjudul al-Adab fid Din, ada 12 poin yang menyangkut etika bertetangga, yaitu :
1. Berucap Salam.

2. Tidak lama-lama berbicara.

3. Tidak banyak bertanya.

4. Menjenguk yang sakit.

5. Berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah.

6. Ikut bergembira atas kegembiraannya.

7. Berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya.

8. Memaafkan kesalahan ucapan.

9. Menegur secara halus ketika berbuat kesalahan.

10. Menundukkan mata dari memandang istri tetangganya.

11. Memberikan pertolongan ketika diperlukan.

12. Tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.
Sebenarnya masih banyak ayat-ayat lain yang mengatur mengenai etika bertetangga, tapi saya merasa belum pantas aja gitu nulis di blog mengenai ayat Al-Quran, kalau kayak gini inget deh sama dosa 😢
Dari hal yang saya jabarkan diatas, bisa terlihat kan, agama dan negara pun mengatur etika bertetangga, tinggal individunya saja yang harus belajar saling menghargai dengan tetangga, karena bagaimanapun tetangga adalah orang yang rumahnya paling dekat dengan kita.

Untuk kasus yang sedang saya alami, sejauh ini saya dan suami masih diam belum mengambil tindakan apapun, sepertinya saat ada waktu lowong saya dan suami harus mengunjungi tetangga belakang rumah untuk bersilaturahmi 😉